Kamis, 01 Oktober 2015

MENAFSIR “ATHEIS” DALAM SUDUT PANDANG MORAL BERAGAMA






MENAFSIR “ATHEIS” DALAM SUDUT PANDANG MORAL BERAGAMA


RESENSI BUKU NOVEL FIKSI
DENGAN JUDUL
 “ATHEIS” – ACHDIAT K. MIHARDJA

Oleh
Almira Salsabilla Gita Indraswari
SMA Negeri 1
Surakarta

Dalam
Lomba Resensi Buku Tingkat SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, Perguruan Tinggi Se-Solo Raya
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah
Kota Surakarta
2015



Judul Buku                           : Atheis
Pengarang                            : Achdiat K. Mihardja
Penerbit                                 : PT. Balai Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit & Cetakan     :  Cetakan ke-35, 2011
Dimensi Buku                      : 21 cm x 15 cm, 252 halaman
Harga Buku                          : Rp. 62.000,-

A.   Sinopsis
Hasan adalah seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampung kecil, yaitu Kampung Panyeredan. Ayah dan ibunya adalah orang saleh yang taat beribadah. Sejak kecil hidupnya ditempuh dengan tasbih. Iman Islamnya sangat tebal. Makin dewasa ia makin taat menjalankan perintah agama dan dongeng-dongeng tentang neraka tidak luntur, melainkan makin menempel terus dalam hatinya. Lukisan inilah yang menggambarkan latar keagamaan dalam kehidupan Hasan, kehidupan yang bernaung Islam. Dapat dikatakan Hasan adalah seorang penganut agama Islam yang sangat fanatik.
Hasan memulai kehidupan baru bersekolah di Kota Bandung dan tinggal bersama bibinya, kemudian setelah dewasa ia bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah, sebagai penjual tiket kapal. Di sana ia berkenalan dengan Rukmini dan menjalin hubungan dengannya. Orang tua Hasan masih keturunan raden, mereka menyarankan agar Hasan memilih wanita sederajat. Namun Rukmini bukanlah dari kalangan yang sama dengan keluarganya. Pada akhirnya orang tua Rukmini menikahkannya dengan seorang saudagar kaya dari Jakarta. Hasan merasa kecewa dan sakit hati. Sejak saat itu Hasan berniat meningkatkan ibadahnya agar lebih dekat dengan sang Pencipta. Ia pun mengikuti jejak ayahnya menganut ilmu tarekat.
Suatu ketika Hasan bertemu dengan Rusli yang merupakan sahabatnya saat kanak-kanak. Di sanalah ia melihat seorang gadis cantik yang mempesonanya pada pandangan pertama. Gadis itu bernama Kartini. Kartini adalah seorang janda. Dahulu ia dinikahkan paksa oleh orang tuanya dengan seorang lelaki arab tua kaya raya yang pantas disebut kakek. Ketika bercerai dari suaminya ia membawa banyak warisan. Kartini dan Rusli sangat akrab, namun hanya sebatas hubungan kakak adik saja. Kartini menganggap Rusli adalah pelindungnya. Rusli pun memperkenalkan Kartini kepada Hasan.

Sejak pertemuan itu, Hasan menaruh hati pada Kartini dan menjadi sering mampir ke tempat Rusli. Mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli, Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis. Ia sering berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli dan kawan-kawan. Hasan mulai berubah terutama menyangkut sisi religiusitas yang selama ini ia pegang teguh. Ideologi marxis sangat bertentangan dengan pemahaman keagamaan yang dipeluknya selama ini. Pada awalnya ia berusaha melawan jalan pemikiran mereka, namun pada akhirnya Hasan menyerah, apalagi ketika Anwar, teman Rusli yang seorang atheis mempengaruhinya. Kesalehan yang melekat dalam dirinya mulai luntur. Ia mulai meragukan keberadaan Tuhan dan mulai tak taat beribadah. Bahkan ia berani berterus terang pada kedua orang tuanya tentang pemahaman keimanan barunya itu. Tentu saja untuk itu Hasan harus membayar mahal yaitu perpisahan dengan orang tuanya.
Kepercayaan terhadap Tuhan benar-benar luntur saat ia menjalani hubungan dengan Kartini, seorang wanita yang juga menganut aliran atheisme. Hasan dan Kartini akhirnya menikah meski tak direstui oleh orang tuanya bahkan mengusirnya dan tak lagi menganggap ia sebagai anak. Pernikahan mereka diwarnai dengan pertengkaran. Hasan tak menyukai gaya hidup modern Kartini. Hasan berpikir istrinya berselingkuh dengan Anwar meski Kartini tetap mengelak. Hingga pada akhirnya mereka pun bercerai. Kesadaran datang dalam dirinya, ia merasa berdosa tidak hanya pada kedua orang tuanya namun juga pada Allah. Ia menyesal telah meninggalkan nilai-nilai keagamaan dalam dirinya. Ia segera pulang untuk bersujud di kaki ayahnya yang sakit parah. Namun sang ayah tak sudi memaafkannya dan menyuruhnya pergi. Hasan yang kurus dan berpenyakit paru-paru itu menangis tersedu-sedu. Meninggalnya sang ayah menjadikan Hasan begitu terpuruk. Dia merasa telah jatuh dalam dosa yang tak akan lama lagi membawanya ke dalam neraka, tempat yang selalu ditakutinya dari semenjak ia kecil. Pada akhirnya  ia kembali bertasbih persis seperti dahulu.
Ketika ia pergi ke sebuah hotel, ia mendapati fakta dari Amat si pelayan hotel bahwa dua bulan yang lalu saat ia dan istrinya bertengkar, saat istrinya kabur dari rumah,  Anwar pernah berniat memperkosa Kartini di salah satu kamar hotel itu. Dengan kemarahan ia pun pergi mencari Anwar. Ia tak peduli bahwa saat itu sedang terjadi jam malam sehingga ia tertembak oleh tentara Jepang (Kusyu Heiho) yang mengira ia adalah mata-mata karena ia berlari membabi buta. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru.  Pada akhir hayatnya, Hasan masih sempat mengucapkan “Allahu Akbar” sebagai tanda keimanannya.

B.   Penilaian
Tema dalam novel ini adalah persoalan manusia dengan Tuhan, menggambarkan tentang kehidupan, hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alamnya. Mengulas masalah etika dan agama. Kisah bagaimana kehidupan agama seseorang yang penangkapan agamanya setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun kehidupan modern yang menjadi lingkungan di kota besar. Sebuah pergeseran gaya hidup tradisional ke gaya hidup modern. Tema yang sangat memikat dan pantas jika novel ini menjadi salah satu bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa. Selain itu banyak menggunakan gaya bahasa perbandingan dan gaya bahasa personifikasi. Hal ini terlihat dari beberapa kalimat yang digunakan yaitu membandingkan sesuatu dengan orang. Sehingga novel ini sangat menarik dan indah untuk dibaca. Menggunakan latar waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa dan Menggunakan alur sorot balik / flash back.

C.   Keunggulan dan Kelemahan
Keunggulan novel “atheis” karya Achdiat K. Mihardja banyak mengandung pesan moral dan pendidikan yang dapat menjadi panutan bagi para pembaca. Jalan cerita yang menarik dan sulit ditebak sehingga pembaca akan merasa tertarik untuk membaca halaman demi halaman tanpa bosan. Novel ini menggunakan bahasa yang cukup komunikatif sehingga mudah dipahami maknanya. Sedangkan kelemahannya adalah terlalu banyak alur sampingan yang disisipkan sehingga membingungkan pembaca.

D.   Kesimpulan dan Saran
Banyak amanat yang dapat kita ambil dari novel ini. Seakan kita diingatkan tentang kehidupan orang yang fanatik tapi sempit dalam menjalankan kehidupan agamanya, dimana hanya memikirkan urusan akhirat. Padahal Tuhan memerintahkan manusia beribadah dengan tidak melupakan kewajiban sebagai manusia di dunia. Ketaatan Hasan bersembahyang, melakukan ibadah semata-mata karena ketakutannya pada neraka. Keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan serta manusia dengan manusia sangat utama. Bacaan ini sangat bagus dan selayaknya menjadi bacaan wajib pelajar dan mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar