Jumat, 19 Juni 2015

"PEREMPUAN SURGA BERJILBAB PANJANG DI RUMAH BESAR BEKAS GEREJA"

Ingatanku tak banyak, tak lebih dari usiaku tentang rumah besar bekas gereja,bercat hijau, berpagar tinggi, berpintu pagar hitam yang berderit keras ketika didorong maju mundur.
Tetapi wajah perempuan setengah baya dengan jilbab menjuntai panjang, yang selalu menyimpan uang baru dan ditata rapi dalam amplop untukku, yang selalu meluangkan doa-doa untukku dan dituliskannya pada lembaran kertas lengkap dengan tanggal yang tertera serta moment penting yang terjadi itu tak pernah lepas dari ingatanku. Air mata ini tak kan pernah mengembalikan tubuh hangat itu kembali.
Untuk membuat puisi tentangnya adalah puisi tentang suara hati manusia, berhubungan dengan nurani manusia yang paling mendasar, yang berarti menggabungkan seluruh syair kerinduan ke dalam syair yang perih dan menyakitkan. Di mana hati nurani adalah kekacauan dari angan-angan, nafsu, godaan, tungku pembakaran impian, sarang pemikiran-pemikiran yang membuat kita malu, hiruk pikuk tangisan dan medan pertempuran dari hasrat manusia. Rumit, lebih misterius, dan lebih tak terhingga.
Mungkin lebih indah jika aku menuliskan saja tentang ayu wajahnya dengan pemandangan yang lebih megah daripada langit, yaitu keindahan lubuk hatinya yang paling dalam dan tersembunyi pada jati dirinya sebagai manusia.
Aku menatap jauh ke dalam nuraninya, dan saatnya sudah tiba pula ketika aku tak lagi dapat melihatnya. Tak ada yang lebih buruk dibandingkan perenungan semacam ini. Tak diragukan lagi aku kehilanganmu, jauh lebih sakit dari yang kutampakkan pada setetes air mata yang tak ingin kutahan lagi. Aku kehilanganmu, sangat....
Aku mengingat ciuman terakhirmu untukku, sangat....

~bill, 050615

Tidak ada komentar:

Posting Komentar